Dolar AS Melonjak untuk Hari Kelima, Data Ketenagakerjaan Ancam Prospek Pemangkasan Suku Bunga Fed.

- Penguatan data Nonfarm Payrolls dan penurunan Tingkat Pengangguran AS mendorong ekspektasi bahwa Federal Reserve akan menahan pemotongan suku bunga lebih lanjut.
- Menurut CME FedWatch Tool, peluang pemangkasan suku bunga sebesar 25 basis poin pada November mencapai 95%, sementara hanya 5% yang memprediksi tidak ada perubahan.
Indeks Dolar AS (DXY) mencatat kenaikan kelima berturut-turut pada hari Jumat, didorong oleh data Nonfarm Payrolls yang lebih baik dari perkiraan, memperkuat keyakinan bahwa Federal Reserve mungkin menunda rencana pemotongan suku bunga dalam waktu dekat.
Tingkat Pengangguran AS turun dari 4,2% menjadi 4,1%, semakin memperkuat indikasi bahwa pasar tenaga kerja AS lebih sehat dari yang diperkirakan. Selain itu, data NFP dalam beberapa bulan terakhir mengalami revisi positif. Jumlah NFP bulan Agustus dinaikkan sebesar 17 ribu, sementara revisi untuk bulan Juli menunjukkan kenaikan signifikan sebesar 55 ribu, menjadikan totalnya 144 ribu. Pertumbuhan upah tahunan juga mengalami kenaikan pada bulan September, meningkat dari 3,9% menjadi 4,0% YoY.
Investor sebelumnya memperkirakan pertumbuhan Penghasilan Per Jam Rata-rata akan turun ke 3,8%. Dengan kenaikan upah dan penciptaan lapangan kerja yang melampaui ekspektasi, proyeksi pasar mengenai penurunan suku bunga yang lebih agresif terpukul pada akhir minggu perdagangan yang relatif datar.
Berdasarkan CME FedWatch Tool, setelah rilis NFP, ekspektasi pasar terhadap pemotongan suku bunga Fed pada November turun tajam. Saat ini, spekulan suku bunga berjangka memperkirakan 95% kemungkinan bahwa Fed akan menurunkan suku bunga sebesar 25 bps pada 7 November, dengan 5% sisanya bertaruh tidak ada perubahan. Dilansir dari fxstreet.com dalam wawancara dengan Bloomberg, Presiden Chicago Federal Reserve, Austan Goolsbee, menyebut laporan pasar tenaga kerja terbaru sebagai “luar biasa,” dan menyatakan bahwa lebih banyak laporan serupa akan meningkatkan keyakinannya bahwa ekonomi AS telah mencapai lapangan kerja penuh dengan inflasi yang rendah.
Pengaruh fundamental cenderung menguatkan harga Dollar AS saat ini.
Harga Emas Turun Setelah Data Ketenagakerjaan AS yang Kuat, Pasar Fokus pada Kebijakan Fed.

- Laporan Nonfarm Payrolls yang lebih baik dari perkiraan dan penurunan tingkat pengangguran memperkuat ekspektasi bahwa Federal Reserve mungkin menunda atau memperlambat pemangkasan suku bunga.
- Imbal hasil obligasi pemerintah AS 10 tahun meningkat, menjadikan obligasi lebih menarik dibandingkan emas.
Harga emas turun pada Jumat setelah laporan ketenagakerjaan AS yang lebih baik dari perkiraan menunjukkan pasar tenaga kerja tetap kuat, memicu spekulasi bahwa Federal Reserve (Fed) hanya akan memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin (bps) pada pertemuan mendatang. XAU/USD diperdagangkan pada $2.643, turun 0,40% pada penutupan.
Data dari Biro Statistik Tenaga Kerja AS (BLS) mengindikasikan pasar tenaga kerja tetap tangguh setelah laporan ketenagakerjaan September yang kuat, dengan tingkat pengangguran turun menjadi 4,1% dari 4,2%. Pendapatan Per Jam Rata-rata mencatat kenaikan tahunan, meskipun terjadi penurunan pada basis bulanan. Data ini memberikan ruang bagi Fed untuk mengurangi tekanan untuk pelonggaran kebijakan lebih lanjut setelah penurunan suku bunga 50 bps pada September.
Imbal hasil obligasi pemerintah AS 10 tahun naik 12 basis poin menjadi 3,971%, tertinggi sejak pertengahan Agustus, menambah tekanan pada harga emas. Sementara itu, Indeks Dolar AS (DXY) menguat 0,63% menjadi 102,58, level tertinggi sejak pertengahan Agustus, yang turut membebani emas.
Ekspektasi pemangkasan suku bunga 25 bps oleh Fed pada pertemuan November semakin kuat, meskipun sebagian kecil investor masih memperkirakan tidak ada perubahan kebijakan.
Minggu depan, fokus pasar akan beralih ke rilis data inflasi, klaim pengangguran, dan Sentimen Konsumen Universitas Michigan.
Dalam wawancara terpisah, Presiden Federal Reserve Chicago Austan Goolsbee mengatakan laporan pekerjaan yang kuat “akan membuat saya lebih yakin bahwa kita akan mencapai lapangan kerja penuh,” meskipun ia tidak memiliki hak suara di FOMC tahun ini. Goolsbee juga menyatakan sebagian besar pejabat Fed memperkirakan penurunan suku bunga yang signifikan dalam 18 bulan mendatang.
Ketegangan geopolitik, termasuk konflik yang melibatkan Hizbullah, Iran, Israel, dan AS, diperkirakan akan membatasi penurunan harga emas dan membuka peluang untuk harga XAU/USD menantang level $2.700.
Pengaruh fundamental cenderung melemahkan harga emas.
Harga Minyak Naik di Tengah Ancaman Perang di Timur Tengah, Catat Kenaikan Mingguan Terbesar dalam Setahun.

Kenaikan Harga: Harga minyak mentah Brent naik 43 sen menjadi $78,05 per barel, sementara WTI naik 67 sen menjadi $74,38 per barel, mencatat kenaikan mingguan terbesar dalam lebih dari setahun, dengan Brent naik lebih dari 8% dan WTI naik 9,1%.
Ketegangan Geopolitik: Israel berencana untuk menyerang Iran setelah serangan rudal dari Iran, tetapi Presiden AS Joe Biden melarang Israel menargetkan fasilitas minyak Iran, yang membatasi potensi kenaikan lebih lanjut.
Harga minyak meningkat pada Jumat dan mencatat kenaikan mingguan terbesar dalam lebih dari setahun di tengah meningkatnya ancaman perang di Timur Tengah. Meskipun demikian, kenaikan ini dibatasi oleh larangan Presiden AS Joe Biden yang melarang Israel menyerang fasilitas minyak Iran.
Harga minyak mentah Brent naik 43 sen menjadi $78,05 per barel, sementara minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS meningkat 67 sen menjadi $74,38 per barel.
Tindakan Israel untuk membalas Iran, yang meluncurkan serangan rudal ke Israel setelah kematian seorang pemimpin Hizbullah yang didukung Iran, memicu kekhawatiran akan meluasnya konflik di kawasan tersebut. Para analis memperingatkan tentang potensi konsekuensi yang lebih besar dari ketegangan ini.
Harga minyak sempat melonjak hampir 2% selama sesi perdagangan, tetapi kemudian merosot tajam setelah pernyataan Biden bahwa jika dia berada di posisi Israel, ia akan mempertimbangkan opsi lain selain menyerang ladang minyak Iran.
Pada hari Kamis, harga minyak melonjak lebih dari 5% setelah Biden mengonfirmasi bahwa AS sedang berdiskusi dengan Israel mengenai kemungkinan serangan terhadap infrastruktur energi Iran.
Secara mingguan, minyak mentah Brent mengalami kenaikan lebih dari 8%, sementara WTI mencatat kenaikan 9,1%, yang merupakan yang tertinggi sejak Maret 2023.
Dilansir dari investing.com analis JPMorgan menyatakan bahwa serangan terhadap fasilitas energi Iran bukanlah langkah yang diinginkan Israel. Namun, mereka menambahkan bahwa persediaan minyak global yang rendah akan mendorong harga naik selama konflik berlangsung.
Ketegangan geopolitik ini semakin meningkat ketika Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, menyerukan lebih banyak perlawanan anti-Israel. Ia menyatakan bahwa Iran akan menargetkan instalasi energi dan gas Israel jika Israel melakukan serangan.
Sebagai anggota OPEC+, Iran memproduksi sekitar 3,2 juta barel per hari, dan kapasitas cadangan produksi kelompok tersebut memungkinkan anggota lain untuk meningkatkan produksi jika pasokan Iran terganggu, yang dapat menahan kenaikan harga minyak, menurut analis Rystad.
Di sisi lain, kekhawatiran pasokan juga mereda di Libya, di mana pemerintah dan National Oil Corp mengumumkan bahwa semua ladang minyak dan terminal ekspor telah dibuka kembali setelah menyelesaikan perselisihan mengenai kepemimpinan bank sentral.
Pengaruh fundamental cenderung menguatkan harga minyak mentah saat ini.
Penggerak Pasar Forex dan Komoditi Hari Ini
Tidak ada rilis data ekonomi hari ini sebagai pendorong harga dari sisi fundamental analisis dan perubahan sentimen pasar.
Diperkirakan pergerakan besar atau pergerakan market yang signifikan dapat terjadi di sesi pembukaan pasar Eropa dan Amerika.