Dolar AS Naik-Turun: Dilema antara Bom Iran dan Dovish Fed.

Dollar naik karena respons safe‑haven atas serangan AS ke Iran, tetapi terbatas oleh sinyal dovish dari Fed.
Ekspektasi pemangkasan suku bunga ~58 bps tahun ini menahan tren penguatan dolar.
Dolar AS menguat tipis pada awal perdagangan Selasa, 24 Juni 2025, setelah AS meluncurkan serangan terbatas ke fasilitas nuklir Iran. Ketegangan geopolitik ini memicu lonjakan arus safe-haven, mendorong Indeks Dolar (DXY) naik ke 98,45. Namun, penguatan ini dibatasi oleh ketidakpastian lanjutan karena Iran belum memberikan balasan terbuka, sementara pasar global masih menanti arah konflik Timur Tengah.
Di sisi kebijakan moneter, pernyataan dovish dari pejabat Federal Reserve, termasuk Chris Waller dan Michelle Bowman, memicu ekspektasi pemangkasan suku bunga hingga 58 basis poin di akhir tahun. Meski Fed masih mempertahankan suku bunga stabil, komentar mereka menegaskan adanya ruang pelonggaran di tengah pelemahan sektor manufaktur dan inflasi yang mulai terkendali. Hal ini menimbulkan tekanan teknikal terhadap dolar meski tensi geopolitik mendukungnya.
Faktor tarif dan harga energi tetap menjadi variabel penting. Ketakutan akan inflasi akibat gangguan di Selat Hormuz serta rencana Presiden Trump untuk memperluas tarif masih menjaga permintaan terhadap dolar di tengah ketidakpastian. Namun, jika risiko geopolitik mereda dan Fed benar-benar memangkas suku bunga, dolar AS kemungkinan akan melemah secara bertahap pada kuartal ketiga 2025.
Kesimpulan Sentimen:
Netral–Slight Bearish untuk USD
Kenaikan dollar didorong oleh safe-haven, namun ekspektasi Fed dovish membatasi kekuatannya. Sentimen saat ini cenderung netral hingga sedikit bearish terhadap dolar AS.
Ledakan di Timur Tengah, Emas Naik: Iran Balas, The Fed Loyo, Dolar Melemah.

Iran membalas serangan AS dan menutup Selat Hormuz, memicu lonjakan emas sebagai aset aman.
Fed condong dovish dan yield turun, mendukung kenaikan harga emas.
Harga emas melonjak ke $3,385 per troy ons pada sesi Amerika, naik 0.39%, dipicu oleh eskalasi dramatis konflik Iran-AS. Iran membalas serangan AS akhir pekan lalu terhadap tiga fasilitas nuklirnya dengan meluncurkan rudal ke pangkalan militer AS di Qatar, Kuwait, dan Irak, serta menutup Selat Hormuz. Di saat bersamaan, Israel menggempur penjara Evin di Teheran. Ketegangan geopolitik ini menyingkirkan perhatian dari data ekonomi, dan mendorong pelaku pasar untuk mencari lindung nilai di aset aman seperti emas.
Sentimen pasar semakin diperkuat oleh pernyataan dovish dari Gubernur The Fed Michelle Bowman yang membuka peluang pemangkasan suku bunga pada FOMC Juli, jika inflasi tetap terkendali. Dolar AS melemah 0.25% ke 98.52 dan imbal hasil obligasi 10-tahun turun 7 bps ke 4.306%, memberikan dorongan tambahan bagi harga emas. Sementara itu, PMI manufaktur AS naik tipis dan layanan melemah, namun keseluruhan data ekonomi dikesampingkan karena fokus investor tertuju pada potensi perluasan perang.
Operasi militer AS “Midnight Hammer” yang menggunakan bom B-2 dan rudal Tomahawk, dinilai sukses oleh Presiden Trump, tetapi ia memperingatkan bahwa “masih banyak target lain” jika Iran tidak bersedia berdamai. Dengan volatilitas geopolitik yang tinggi dan kebijakan The Fed yang mulai melunak, logam mulia mendapat dukungan kuat. Trader kini menilai ada potensi pemangkasan suku bunga 57.5 bps hingga akhir 2025, memperkuat prospek kenaikan harga emas ke depan.
Kesimpulan Sentimen:
Sentimen cenderung Bearish (untuk XAU/USD) Dominasi dolar, stabilnya yield riil, dan sinyal diplomasi dari AS terhadap Iran memberi tekanan pada harga emas dalam jangka pendek.
Harga Minyak Anjlok Tajam Usai Iran Serang Basis AS, Tapi Tak Ganggu Jalur Minyak Dunia.

Harga minyak turun tajam karena Iran tak ganggu jalur energi global, meski serang basis AS.
Pasar menurunkan premi risiko setelah tak ada korban dan pengiriman energi tetap lancar.
Harga minyak global jatuh lebih dari 7% pada Senin (24 Juni 2025) setelah Iran melakukan serangan rudal ke pangkalan militer AS di Qatar sebagai balasan atas serangan AS terhadap fasilitas nuklirnya—namun tak menutup atau mengganggu lalu lintas kapal tanker minyak di Selat Hormuz. Brent ditutup turun $5,53 ke $71,48 per barel, dan WTI merosot ke $68,51, mencatat penurunan harian terdalam sejak Agustus 2022.
Pasar awalnya sempat panik, dengan Brent sempat naik 6% di sesi Asia, karena kekhawatiran Iran akan menutup Selat Hormuz—jalur krusial tempat 20% suplai minyak global melewati wilayah itu. Namun, setelah serangan hanya menargetkan pangkalan militer tanpa korban jiwa dan pengiriman energi tetap berjalan lancar, investor menarik kembali premi risiko geopolitik dari harga. Beberapa supertanker sempat membelokkan arah, tetapi tak ada gangguan produksi dari Qatar atau Irak, meski sebagian staf minyak asing dievakuasi dari ladang minyak Basra.
Presiden AS Donald Trump menginstruksikan kebijakan “drill, baby, drill” untuk menekan harga minyak domestik dan menjaga stabilitas pasar di tengah situasi konflik. Sementara HSBC memperkirakan Brent sempat bisa menembus $80 jika ancaman di Selat Hormuz meningkat, tetapi akan kembali turun jika gangguan nyata tidak terjadi. Pasar kini dalam mode “wait and see”, menimbang risiko lanjutan dari eskalasi atau justru peluang deeskalasi ke depan.
Kesimpulan Sentimen:
Bearish. Harga minyak turun tajam karena serangan Iran tidak mengganggu jalur distribusi energi di Selat Hormuz, tidak ada korban jiwa, dan pengiriman tetap lancar. Pasar mengurangi premi risiko geopolitik, mendorong aksi jual di minyak.
Penggerak Pasar Forex dan Komoditi Hari Ini
Pengaruh Data Terhadap Perubahan Harga.
Prediksi USD:
- CB Consumer Confidence: Jika indeks kepercayaan konsumen meningkat seperti yang diperkirakan, berpotensi mendukung USD (⬆️).
- Ketua Fed Powell: Isi keterangan Ketua Fed akan menjadi penggerak pasar. Perlu dipantau.