Bayang-Bayang Perang & Tarif Trump: Pasar Dunia di Persimpangan Risiko.

  • Keterlibatan militer AS di Timur Tengah bisa picu lonjakan harga minyak, memicu stagflasi, dan memperkuat Dolar secara sementara.

  • The Fed mulai terbelah: sebagian mendorong pemangkasan suku bunga awal, sementara sebagian lain waspada terhadap inflasi akibat tarif.

Pasar global tetap waspada di tengah eskalasi konflik Israel-Iran dan ancaman keterlibatan langsung AS. Analis Macquarie menilai efek konflik masih terbatas, namun jika AS terlibat, risiko stagflasi melonjak, pasar saham jatuh, dan dolar AS awalnya menguat karena permintaan safe haven. Namun, keterlibatan yang berlarut-larut diperkirakan justru akan melemahkan dolar, seperti yang terjadi pasca-9/11.

Sementara itu, The Fed tetap menahan suku bunga namun mulai terbelah. Delapan anggota mendukung dua kali pemangkasan tahun ini, sedangkan tujuh lainnya tidak melihat perlunya penurunan. Gubernur The Fed Chris Waller bahkan menyarankan pemotongan bisa dilakukan secepat Juli, dengan argumen bahwa dampak tarif terhadap inflasi hanya bersifat sementara. Powell tetap berhati-hati, mengakui tarif bisa mendorong inflasi “secara bermakna.”

Di sisi korporasi, saham chip seperti Nvidia dan Broadcom terpukul akibat rencana Trump untuk menutup celah ekspor ke China, sementara Apple mempercepat ekspansi produksinya di India. Secara keseluruhan, ketidakpastian arah kebijakan Trump, ancaman perang, dan tekanan inflasi akibat minyak dan tarif memperkuat risiko sistemik bagi aset berisiko.

 

Kesimpulan Sentimen:

Sentimen pasar Bearish (untuk pasar saham global & risiko aset)
Kombinasi ketegangan geopolitik, risiko stagflasi, dan ketidakpastian kebijakan Trump memberikan tekanan bearish pada sentimen pasar global.

Diplomasi Redakan Emas: Harga XAUUSD Tertekan di Tengah Delay Serangan AS.

  • Trump menunda serangan ke Iran dan membuka opsi diplomasi, mengurangi permintaan terhadap emas sebagai safe haven.

  • Fed tetap hawkish secara garis besar meski Waller dovish, mendorong dolar naik dan emas terkoreksi

Harga emas (XAU/USD) cenderung flat di akhir pekan dan bersiap mencatat penurunan mingguan hampir 1,90%, setelah Presiden AS Donald Trump menunda keputusan serangan ke Iran demi membuka jalur diplomasi. Langkah ini meredakan ketegangan geopolitik, mendorong minat risiko pasar dan menjadi angin sakal bagi harga emas. Meskipun Israel-Iran terus saling melancarkan serangan, prospek dialog nuklir Iran turut menurunkan permintaan aset safe haven.

Dari sisi kebijakan moneter, Fed mempertahankan suku bunga dan menampilkan sikap agak hawkish. Meski Gubernur Waller memberi sinyal dovish dengan kemungkinan pemangkasan suku bunga pada Juli, suara lain dari The Fed seperti Thomas Barkin menegaskan tidak ada urgensi untuk pemangkasan saat ini. Sementara itu, imbal hasil obligasi 10-tahun AS dan yield riil tidak berubah, serta DXY naik 0.5% — mencerminkan dominasi dolar yang menekan daya tarik emas.

Secara keseluruhan, investor kini mencermati data penting minggu depan seperti PMI, inflasi, dan PDB AS. Meskipun emas biasanya menguat di tengah konflik dan suku bunga rendah, dominasi dolar, stabilnya yield, dan narasi Fed yang tetap ketat membuat harga emas rentan koreksi lebih lanjut, terutama jika data ekonomi mendukung sikap “higher for longer.”

Kesimpulan Sentimen:

Sentimen cenderung Bearish (untuk XAU/USD) Dominasi dolar, stabilnya yield riil, dan sinyal diplomasi dari AS terhadap Iran memberi tekanan pada harga emas dalam jangka pendek.

Hedging Panik & Inflasi Terkendali: Lonjakan Minyak Tak Guncang Pasar.

  • Produsen minyak AS melakukan hedging besar-besaran pasca lonjakan harga, mengamankan harga jual hingga 2026.

  • Morgan Stanley menilai lonjakan harga minyak akibat konflik tidak akan memicu inflasi signifikan, hanya berdampak kecil dan jangka pendek pada CPI.

Lonjakan harga minyak setelah serangan Israel ke Iran mendorong produsen AS untuk mengunci keuntungan lewat rekor aktivitas hedging. WTI naik 7% ke $73 per barel pada 13 Juni, kenaikan harian terbesar sejak 2022, memicu lonjakan transaksi di Aegis Hedging — platform yang mencakup 25–30% produksi minyak AS. Hedging agresif ini terjadi karena harga akhirnya menembus ambang profitabilitas $65, memberikan peluang langka bagi produsen untuk mengamankan pendapatan hingga 2026.

Sementara harga minyak terus naik ke $75 per barel, para trader juga mencatat rekor transaksi opsi call $80 untuk Agustus 2025, mengindikasikan ekspektasi pasar akan reli lanjutan. Namun, lonjakan harga ini dinilai sebagai akibat dari gangguan pasokan, bukan lonjakan permintaan. Morgan Stanley menilai efek inflasi dari lonjakan harga minyak akan minim dan sementara, hanya menambah 3 basis poin ke inflasi inti dalam tiga bulan — dampak yang tidak signifikan terhadap kebijakan The Fed.

Dengan inflasi diperkirakan lebih terdorong oleh tarif daripada energi, Morgan Stanley tetap pada pandangan bahwa minyak bukanlah faktor utama risiko inflasi tahun ini. The Fed juga diperkirakan akan tetap tenang, menimbang tekanan harga yang bersifat temporer. Sementara itu, produsen AS tetap waspada dan disiplin, menjaga strategi hedging untuk menghindari kejutan harga di masa depan.

Kesimpulan Sentimen:

Sentimen pasar terhadap minyak sangat Bullish karena risiko geopolitik dan kekhawatiran gangguan pasokan yang signifikan.

Penggerak Pasar Forex dan Komoditi Hari Ini

ECONOMIC CALENDAR
Real Time Economic Calendar provided by Investing.com.

Pengaruh Data Terhadap Perubahan Harga.

Prediksi USD:

Indeks Manufaktur Philadelphia Fed (USD): Perkiraan meningkat dari -4.0 menjadi -1.7. Jika aktual sesuai atau lebih tinggi dari -1.7, USD berpotensi Naik.

Share on: