Wall Street Bangkit, Dolar Terpukul Akibat Kekhawatiran Konsumen dan Perang Dagang.

Wall Street menguat tajam meski dibayangi kecemasan dagang dan inflasi.
Dolar AS terpuruk ke bawah 100 akibat lemahnya sentimen konsumen dan turunnya imbal hasil.
Pasar saham AS berhasil mencatatkan rebound tajam di akhir pekan, dipimpin oleh reli saham teknologi dan sektor perbankan meski dibayangi lonjakan ketegangan dagang dengan China. Indeks S&P 500 naik 1,7%, Dow Jones menguat 1,6%, dan Nasdaq melonjak 2,1% usai pelaku pasar menyambut laporan laba kuartal pertama dari bank-bank besar seperti JPMorgan dan Wells Fargo, meskipun mereka memberi sinyal kehati-hatian terhadap prospek ekonomi ke depan.
Di sisi lain, dolar AS anjlok tajam ke bawah level psikologis 100, dengan indeks DXY melemah lebih dari 1% dalam sehari. Tekanan datang dari data survei sentimen konsumen University of Michigan yang jatuh ke level terendah kedua dalam sejarah, mencerminkan kekhawatiran publik terhadap inflasi dan dampak tarif terhadap kondisi keuangan mereka. Penurunan imbal hasil obligasi jangka panjang AS memperkuat pandangan bahwa pelaku pasar mengantisipasi perlambatan ekonomi ke depan.
Ketegangan geopolitik, ekspektasi inflasi yang meningkat, serta sinyal intervensi The Fed jika dibutuhkan, menjadi faktor yang memicu rotasi aset dari dolar ke saham dan emas. Kembalinya minat risiko ke Wall Street disertai penurunan indeks volatilitas (VIX) menjadi indikasi bahwa pelaku pasar mulai merasa nyaman untuk kembali ke aset berisiko setelah minggu penuh ketidakpastian.
Analisis Pengaruh Terhadap Dollar AS:
Pasar Saham AS Turun di Tengah Ketegangan Perdagangan
Indeks saham utama AS (Dow Jones, S&P 500, NASDAQ) turun pada hari Jumat karena kekhawatiran investor terhadap eskalasi perang dagang setelah China menaikkan tarif impor barang AS menjadi 125%.Eskalasi Tarif antara AS dan China
China membalas tarif AS dengan menaikkan bea masuk dari 84% menjadi 125%, sementara Gedung Putih menyebutkan bahwa tarif AS terhadap China kini mencapai 145%. Beijing menyatakan tidak akan merespons tambahan tarif AS lebih lanjut.Kinerja Bank-Bank Besar dan Kekhawatiran Ekonomi
Dilansir dari investing, JPMorgan, Wells Fargo, dan Morgan Stanley melaporkan laba Q1 yang melampaui ekspektasi, tetapi menyampaikan kehati-hatian terhadap prospek ekonomi. Jamie Dimon dari JPMorgan menyoroti risiko resesi dan ketidakpastian akibat inflasi, tarif, dan volatilitas pasar.
Secara keseluruhan berpengaruh terhadap harga Dollar AS melemah.
Harga Emas Cetak Rekor! Investor China Borong Emas di Tengah Perang Dagang dan Anjloknya Yuan.

Emas cetak rekor $3.245 akibat perang dagang dan pelemahan dolar AS.
Permintaan emas di China melonjak tajam didorong PBOC dan pelonggaran regulasi investasi.
Harga emas memperpanjang reli ke hari ketiga berturut-turut dan mencetak rekor tertinggi baru di $3.245 per ons pada Jumat, didorong oleh lonjakan permintaan safe haven di tengah eskalasi perang dagang antara AS dan China. Tindakan balasan China dengan menaikkan tarif impor AS hingga 125% memicu kekhawatiran global terhadap inflasi dan perlambatan ekonomi, membuat investor berbondong-bondong masuk ke emas, apalagi saat dolar AS melemah tajam ke level terendah tiga tahun di indeks DXY 99.01.
Lonjakan permintaan emas di China terlihat nyata dengan premi harga fisik yang melonjak drastis dari kisaran $6–$13 menjadi $24–$54 per ons dalam sepekan. Shanghai Gold Exchange juga mencatat kenaikan premi terhadap harga patokan London dari 0,15% menjadi 1,1%. Pembelian berkelanjutan oleh bank sentral China (PBOC) selama lima bulan berturut-turut turut memperkuat sentimen beli, seiring dengan pelonggaran regulasi yang kini memperbolehkan dana asuransi mengalokasikan hingga 1% portofolionya untuk emas.
Dari sisi makroekonomi, data produsen AS memang menunjukkan inflasi melambat, namun ekspektasi harga konsumen masih tinggi. Sementara itu, survei sentimen Michigan menunjukkan rumah tangga AS makin pesimistis terhadap kondisi ekonomi. Kombinasi tekanan inflasi, ketegangan geopolitik, dan pelemahan dolar membuat pasar memproyeksikan tiga kali penurunan suku bunga The Fed di 2025, memperkuat pijakan emas sebagai aset lindung nilai utama.
Analisis Pengaruh Terhadap Harga Emas:
Perang Dagang AS–China Meningkat Drastis
China menaikkan tarif impor barang AS hingga 125% sebagai balasan atas kebijakan tarif Trump yang kini mencapai 145%, memperdalam ketegangan dagang dan mengancam rantai pasok global senilai $650 miliar.Dampak Pasar Global: Ketidakstabilan & Aset Safe Haven Naik
Akibat eskalasi tarif, pasar saham global jatuh, dolar melemah, imbal hasil obligasi AS turun tajam, dan harga emas melonjak ke rekor tertinggi karena investor mencari aset aman.Harga Emas Tembus Rekor Baru di Tengah Perang Dagang AS-China
Harga emas mencapai rekor tertinggi $3.237 pada Jumat karena memanasnya ketegangan perdagangan AS-China. China menaikkan tarif atas barang-barang AS menjadi 125%, sementara AS memberlakukan total tarif hingga 145%.
Secara keseluruhan berpengaruh harga emas menguat.
Ketegangan Memanas, Harga Minyak Melejit di Tengah Kekhawatiran Pasokan dan Inflasi.

Eskalasi perang dagang AS-China picu kekhawatiran pasokan dan dorong harga minyak lebih tinggi.
Pelemahan dolar AS dan ekspektasi inflasi mendukung lonjakan harga minyak mentah global.
Harga minyak mentah dunia melonjak tajam didorong meningkatnya kekhawatiran pasokan akibat eskalasi perang dagang AS-China dan potensi disrupsi suplai global. Ketegangan geopolitik antara dua ekonomi terbesar dunia memperburuk sentimen pasar, memperkuat ekspektasi bahwa jalur perdagangan dan aktivitas manufaktur global dapat terganggu, sehingga memicu kekhawatiran akan kelangkaan pasokan energi.
Kondisi ini terjadi di tengah meningkatnya ekspektasi inflasi di AS yang tercermin dari lonjakan proyeksi harga dalam survei sentimen konsumen Michigan, serta pelemahan tajam indeks dolar (DXY) yang kini menembus di bawah 100. Melemahnya dolar membuat harga minyak dalam denominasi dolar menjadi lebih murah bagi pembeli global, menambah daya dorong terhadap reli harga minyak mentah.
Di sisi lain, investor mengamati dengan cermat sinyal-sinyal dari bank sentral AS (The Fed), yang tetap siaga untuk menstabilkan pasar jika gejolak berlanjut. Sementara itu, volatilitas pasar yang mulai mereda dan prospek permintaan dari negara-negara importir besar seperti China tetap menjadi faktor penopang bagi harga minyak yang kian reli menuju level tertingginya dalam beberapa bulan terakhir.
Analisis Pengaruh Terhadap Harga Minyak:
Harga Minyak Turun Dua Pekan Berturut-turut karena Ketegangan Perdagangan AS-China
Brent dan WTI mencatat penurunan mingguan sekitar 3,8% dan 3,5%, akibat kekhawatiran resesi yang dipicu oleh perang dagang AS-China. China menaikkan tarif atas barang AS menjadi 125%, sementara AS sebelumnya menaikkan tarif menjadi 145%.Kekhawatiran Global Terhadap Permintaan Minyak dan Pertumbuhan Ekonomi
Lembaga seperti EIA dan ANZ memperkirakan pertumbuhan ekonomi global dan permintaan minyak akan menurun. ANZ memperkirakan konsumsi minyak bisa turun 1% jika pertumbuhan global jatuh di bawah 3%.Sanksi Baru AS Terhadap Iran dan Potensi Penghentian Ekspor Minyak Iran
AS menjatuhkan sanksi baru terhadap jaringan perdagangan minyak Iran dan mengancam akan menghentikan ekspor minyak Iran sepenuhnya, memicu kekhawatiran geopolitik. Iran dan AS dijadwalkan melakukan pembicaraan nuklir di Oman.
Secara keseluruhan berpengaruh terhadap harga minyak melemah.
Penggerak Pasar Forex dan Komoditi Hari Ini
Tidak ada laporan data ekonomi hari ini sebagai faktor pendorong harga dari aspek fundamental analisis yang merubah sentimen pasar terhadap forex, komoditas dan indeks saham AS.