Wall Street Menang Bulan, Tapi Takut Tarif Trump Besok.

S&P 500 naik 5,8% di bulan Mei, tapi sentimen terganggu oleh ancaman tarif baru AS terhadap China.
Nvidia dan saham chip turun karena kekhawatiran kehilangan pasar AI China akibat sanksi ekspor.
Indeks S&P 500 menutup Mei dengan kenaikan bulanan tertingginya dalam 18 bulan, naik 5,8%, meskipun aksi jual menjelang akhir pekan menekan saham-saham chip seperti Nvidia. Kekhawatiran meningkat setelah laporan bahwa pemerintahan Trump berencana memperluas pembatasan terhadap teknologi China, memicu ketegangan perdagangan baru. Saham Nvidia turun hampir 3% setelah memperkirakan potensi kerugian $8 miliar akibat larangan ekspor chip ke China, menandakan bahwa ketegangan dagang mulai berdampak nyata pada sektor teknologi.
Di sisi kebijakan, pernyataan Presiden Trump bahwa China telah “melanggar” kesepakatan dagang terbaru memicu kekhawatiran pasar, apalagi pengadilan banding mengizinkan tarif era Trump tetap berlaku hingga sidang lanjutan pada 5 Juni. Hal ini menghapus harapan akan pelonggaran kebijakan perdagangan yang sempat muncul pasca putusan pengadilan sebelumnya. Ketidakpastian meningkat karena potensi intervensi langsung dari Trump dalam negosiasi dengan Xi Jinping, di tengah tekanan ekonomi AS yang mulai melemah, tercermin dari kontraksi PDB kuartal pertama sebesar 0,2%.
Sementara itu, data PCE AS yang menunjukkan pelambatan inflasi (2,1% headline, 2,5% core) menambah peluang pelonggaran moneter oleh The Fed. Namun revisi naik data sebelumnya serta tekanan harga dari tarif tetap membayangi. Saham sektor ritel dan teknologi merespons beragam: Gap anjlok akibat beban tarif, sedangkan Ulta Beauty naik berkat prospek optimistis. Kekhawatiran investor bertambah karena kebijakan perdagangan yang agresif justru mengancam reli sektor AI yang sedang mendominasi pasar.
Kesimpulan Sentimen:
Sentimen pasar negatif di akhir pekan meskipun secara bulanan indeks menguat, karena ketegangan dagang AS-China kembali meningkat dan mengancam sektor teknologi serta kestabilan ekonomi.
Emas Tersandung Dolar dan Drama Dagang Trump.

Emas tertekan oleh rebound dolar AS meskipun inflasi PCE menurun.
Trump menuduh China melanggar kesepakatan dagang, memicu kembali ketegangan geopolitik.
Harga emas turun tajam pada Jumat, dengan XAU/USD melemah 0,83% ke $3.289, tertekan oleh penguatan dolar AS meski imbal hasil obligasi AS menurun. Laporan inflasi AS melalui indeks Core PCE April memang menunjukkan pelemahan, tetapi data ekonomi lain yang solid mendorong ekspektasi bahwa pemangkasan suku bunga oleh The Fed baru terjadi pada 2025. Hal ini mengurangi daya tarik emas sebagai aset lindung nilai.
Kekhawatiran geopolitik meningkat setelah mantan Presiden AS Donald Trump menuduh China melanggar kesepakatan dagang yang dicapai di Swiss. Ia menegaskan di media sosial bahwa China “secara total melanggar kesepakatan.” Pernyataan ini memicu volatilitas di pasar dan mendorong dolar AS menguat, terutama setelah pengadilan banding federal memutuskan untuk memberlakukan kembali sebagian besar tarif Trump yang sempat dibatalkan oleh pengadilan dagang.
Meskipun data inflasi inti menurun, sentimen konsumen dari University of Michigan membaik dan ekspektasi inflasi jangka panjang justru mereda. Kombinasi antara ketegangan dagang dan ketidakpastian kebijakan moneter telah memicu aksi ambil untung di emas, mengingat ketahanan dolar tetap menjadi hambatan utama bagi logam mulia tersebut.
Kesimpulan Sentimen:
Bearish untuk emas (XAU/USD) — Penguatan dolar, data ekonomi AS yang masih solid, dan ketegangan tarif membebani minat terhadap emas, setidaknya dalam jangka pendek.
Harga Minyak Lemas di Tengah Drama Tarif Trump dan Bayang-Bayang Sanksi Rusia.

Harga minyak turun karena ekspektasi OPEC+ akan menaikkan produksi lebih besar dari rencana awal.
Penurunan jumlah rig AS tak cukup menahan tekanan pasar dari potensi surplus dan ketegangan tarif AS–China.
Harga minyak mentah AS turun pada Jumat di tengah kekhawatiran bahwa OPEC+ akan menaikkan produksi lebih besar dari rencana sebelumnya. Brent untuk kontrak Juli turun 25 sen ke $63,90, sementara WTI turun 15 sen ke $60,79, meskipun sempat anjlok lebih dari $1 di awal sesi. Kontrak Brent Agustus yang lebih aktif juga turun 71 sen ke $62,64. Kedua benchmark menuju penurunan mingguan lebih dari 1% akibat sentimen bearish menjelang pertemuan OPEC+.
Penurunan harga dipicu laporan Reuters bahwa OPEC+ akan mempertimbangkan peningkatan produksi Juli melebihi 411.000 barel per hari yang telah disepakati untuk Mei–Juni. Analis dari JPMorgan memperkirakan surplus global mencapai 2,2 juta bph, yang kemungkinan akan menekan harga agar pasokan dapat menyesuaikan diri. Matt Smith dari Kpler menilai rencana OPEC+ kali ini tidak menguntungkan bagi harga minyak. Ketidakpastian juga meningkat akibat pernyataan Presiden AS Donald Trump di Truth Social yang mengancam kebijakan tarif terhadap China.
Sementara itu, laporan Baker Hughes menunjukkan penurunan jumlah rig minyak dan gas di AS untuk minggu kelima berturut-turut ke level terendah sejak November 2021. Jumlah rig minyak turun empat menjadi 461, level terendah sejak dua tahun terakhir, mengindikasikan bahwa pelaku industri masih menahan ekspansi produksi di tengah ketidakpastian harga dan permintaan. Namun, tekanan dari sisi geopolitik dan potensi lonjakan pasokan global tetap menjadi penentu utama arah pasar dalam waktu dekat.
Kesimpulan Sentimen:
Bearish untuk harga minyak — pasar khawatir terhadap potensi peningkatan pasokan global dan tensi dagang AS-China yang dapat melemahkan permintaan, sementara faktor-faktor pendukung seperti pengurangan rig belum cukup kuat membalikkan arah.
Penggerak Pasar Forex dan Komoditi Hari Ini
Pengaruh Data Terhadap Perubahan Harga.
Prediksi USD: Melemah
Alasan:
– ISM Manufacturing PMI: Forecast (48.7) sama dengan Previous (48.7). Angka ini masih di bawah 50, yang menandakan kontraksi di sektor manufaktur. Ini saja sudah memberikan tekanan turun pada USD.
– ISM Manufacturing Prices: Kita tidak memiliki forecast, tetapi jika angka aktual lebih rendah dari data sebelumnya (69.8), ini akan menambah tekanan turun pada USD karena mengurangi kekhawatiran inflasi.
Potensi Kekuatan S&P Global PMI: S&P Global Manufacturing PMI diperkirakan naik (52.3 dari 50.2). Ini mungkin memberikan sedikit dukungan untuk USD.