Dolar AS Tertahan di Atas 101 Meski Sentimen Konsumen Anjlok dan Inflasi Mengancam.

  • Ekspektasi inflasi naik tajam, memperkuat peluang pemangkasan suku bunga oleh The Fed.

  • Ketidakpastian tarif Trump dan lemahnya sentimen konsumen menekan daya tarik dolar AS.

Indeks Dolar AS (DXY) ditutup menguat tipis di sekitar level 101 pada akhir pekan, mempertahankan kenaikan mingguan meskipun data ekonomi AS terbaru menunjukkan pelemahan. Penurunan tajam dalam survei sentimen konsumen University of Michigan ke 50.8—level terendah sejak Juni 2022—menggambarkan kekhawatiran rumah tangga terhadap kondisi ekonomi. Di sisi lain, ekspektasi inflasi melonjak tajam, dengan prediksi inflasi 1 tahun naik ke 7.3% dan 5 tahun ke 4.6%, menambah beban pada outlook ekonomi jangka menengah.

Data ekonomi lain juga memberi sinyal perlambatan: penjualan ritel AS hanya tumbuh 0.1% di April, sementara indeks harga produsen (PPI) justru turun tak terduga, memperkuat keyakinan pasar bahwa Federal Reserve akan memangkas suku bunga sebanyak dua kali hingga akhir tahun. Sementara itu, Presiden Trump kembali memicu ketidakpastian pasar dengan menyatakan rencana tarif sepihak terhadap sejumlah negara, yang memperkeruh prospek perdagangan global dan membatasi potensi penguatan dolar lebih lanjut.

Secara teknikal, analis ING menilai bahwa DXY tengah kehilangan momentumnya dan berisiko menguji kembali level support penting di 100.0. Dengan dominasi posisi jual strategis terhadap dolar dan makin turunnya minat risiko pasar, prospek penguatan lanjutan tampak semakin terbatas dalam waktu dekat.

Analisis Pengaruh Terhadap Indeks Saham AS:

  • DXY masih naik tipis meski data ekonomi AS melemah: DXY diperdagangkan di sekitar 101.00 pada hari Jumat, bertahan di wilayah positif mingguan. Awal pekan didukung oleh kesepakatan dagang AS–China, namun penguatan dolar kehilangan tenaga menjelang akhir pekan.

  • Sentimen konsumen melemah tajam, inflasi jadi kekhawatiran utama: University of Michigan Consumer Sentiment anjlok ke 50.8, terendah sejak Juni 2022. Ekspektasi inflasi 1 tahun naik ke 7.3% (vs 6.5% sebelumnya), dan jangka 5 tahun naik ke 4.6%, mengindikasikan kecemasan pasar terhadap tekanan harga.

  • Data ekonomi terbaru mendukung ekspektasi pemangkasan suku bunga: Retail Sales hanya tumbuh 0.1% dan PPI turun tak terduga, memperkuat pandangan bahwa ekonomi sedang melambat. Pasar memperkirakan peluang 51.1% untuk pemangkasan suku bunga pada September, dan tidak ada kenaikan suku bunga hingga 2026.

Secara keseluruhan berpengaruh terhadap harga indeks saham AS menguat.

Emas Jatuh Tajam, Risiko Global Reda dan Dolar Menguat.

  • Tarif dagang AS–China yang mereda mendorong peralihan dari emas ke aset berisiko.

  • Ekspektasi inflasi tinggi dan imbal hasil obligasi yang pulih menekan harga emas.

Harga emas anjlok lebih dari 1,5% pada Jumat dan bersiap menutup minggu ini dengan penurunan lebih dari 4%, menjadikannya pekan terburuk sejak November 2024. Pelemahan terjadi akibat meredanya ketegangan dagang AS–China setelah kesepakatan penghentian tarif sementara selama 90 hari, yang mendorong peralihan modal ke aset berisiko dan melemahkan permintaan terhadap aset safe haven seperti emas.

Data ekonomi AS yang bervariasi memperkeruh arah kebijakan moneter. Penjualan ritel melambat, sementara ekspektasi inflasi dari survei University of Michigan justru melonjak. Meski inflasi menunjukkan tren menurun, pejabat The Fed tetap berhati-hati soal penurunan suku bunga, khususnya karena ketidakpastian dari kebijakan perdagangan masih menjadi pertimbangan utama. Imbal hasil obligasi AS juga menguat kembali, menopang dolar dan menekan harga logam mulia.

Harga spot emas sempat menyentuh $3.178/oz, turun tajam dari rekor sebelumnya. Para trader terlihat mengambil untung dari reli sebelumnya, sementara dolar AS yang kuat dan naiknya imbal hasil riil turut menambah tekanan. Namun, emas masih bertahan di atas level psikologis $3.000, karena pelaku pasar tetap mencermati risiko pertumbuhan ekonomi AS dan perkembangan kesepakatan dagang lebih lanjut.

Analisis Pengaruh Terhadap Harga Emas:

  • Harga Emas Anjlok Tajam: Harga emas mengalami penurunan signifikan lebih dari 1,5% pada hari Jumat dan diperkirakan akan menutup minggu ini dengan penurunan lebih dari 4%, yang merupakan kinerja mingguan terburuk sejak November 2024.

  • Meredanya Ketegangan Dagang Memicu Penurunan: Kesepakatan penghentian tarif sementara antara AS dan China selama 90 hari mengurangi kekhawatiran pasar, sehingga investor beralih ke aset berisiko dan mengurangi permintaan terhadap aset safe haven seperti emas.

  • Data Ekonomi AS yang Bervariasi Membingungkan Kebijakan The Fed: Data penjualan ritel AS yang melambat kontras dengan ekspektasi inflasi yang meningkat, menciptakan ketidakpastian mengenai arah kebijakan moneter The Fed. Pejabat The Fed tetap berhati-hati tentang penurunan suku bunga karena ketidakpastian kebijakan perdagangan.

Secara keseluruhan berpengaruh harga emas melemah.

WTI Rebound dari $55, Tapi Awan Gelap Pasokan Global Masih Menggantung.

  • OPEC+ dan Iran berpotensi menambah suplai minyak global secara signifikan.

  • Rebound harga minyak saat ini masih ditopang faktor teknikal, bukan fundamental.

Harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) kembali naik ke kisaran $62 pada Jumat setelah sempat menyentuh zona support $55. Secara teknikal, pola double bottom di grafik harian memicu minat beli baru yang menopang pemulihan harga menjelang akhir pekan. Namun, sentimen pasar masih rapuh di tengah kekhawatiran makroekonomi dan geopolitik yang membayangi.

Rencana OPEC+ untuk mencabut pemangkasan produksi sukarela hingga 2,2 juta barel per hari jika disiplin kuota tidak membaik, memperkuat kekhawatiran akan banjir pasokan. Di saat yang sama, sinyal positif dari negosiasi nuklir AS–Iran dapat membuka jalan bagi kembalinya 800.000 barel per hari minyak Iran ke pasar. IEA juga memperkirakan pasokan global akan terus meningkat dalam dua tahun ke depan, sementara pertumbuhan permintaan justru diperkirakan melambat.

Meski demikian, sentimen pasar sempat mendapat dorongan dari kesepakatan jeda perang dagang selama 90 hari antara AS dan China, dua negara konsumen minyak terbesar dunia. Namun secara keseluruhan, tekanan dari sisi pasokan dan permintaan membuat pemulihan harga minyak masih rentan dan bersifat teknikal jangka pendek.

Analisis Pengaruh Terhadap Harga Minyak:

  • Minyak WTI Rebound dari Support $55: Harga WTI menguat ke sekitar $62 setelah menguji zona support kuat di $55, membentuk pola teknikal double-bottom yang menarik minat beli baru secara teknikal.

  • Risiko Pasokan dari OPEC+ dan Iran: OPEC+ berpotensi mencabut pemangkasan sukarela 2,2 juta barel/hari jika disiplin kuota tidak membaik, sementara pembicaraan nuklir AS-Iran berpeluang membawa kembali pasokan Iran hingga 800.000 bph ke pasar, menekan sentimen harga.

  • Kemajuan Kesepakatan Nuklir AS-Iran: Presiden Trump dan pejabat Iran mengisyaratkan bahwa kesepakatan hampir tercapai, yang dapat menyebabkan pencabutan sanksi dan kembalinya minyak Iran dalam jumlah besar ke pasar global.

Secara keseluruhan berpengaruh terhadap harga minyak melemah.

Penggerak Pasar Forex dan Komoditi Hari Ini

ECONOMIC CALENDAR
Real Time Economic Calendar provided by Investing.com.

Terdapat laporan data fundamental dari kawasan Eropa hari ini yaitu: 

  • CPI (Consumer Price Index) atau Indeks Harga Konsumen (IHK): Mengukur perubahan rata-rata harga barang dan jasa yang dibeli oleh rumah tangga. Ini adalah indikator utama inflasi.

Dari data – data tersebut dapat mempengaruhi pergerakan harga EUR.

Pengaruh Data Terhadap Perubahan Harga.

Data CPI rilis lebih tinggi dari forecast positif/optimis untuk EUR. Sedangkan data rilis lebih rendah dari forecast negatif/pesimis untuk EUR.

Perkiraan :

CPI (YoY) (Apr) rilis sesuai dengan data sebelumnya

Share on: